Antareja: Putra Werkudara dan Dewi Nagagini
Antareja: Putra Werkudara dan Dewi Nagagini
Hanantareja, atau sering disebut Antareja, adalah putra dari Werkudara dengan Dewi Nagagini, putri dari Batara Antaboga di kahyangan Saptapretala. Antareja juga dikenal dengan nama lain seperti Wasianantareja dan Anantareja. Dalam beberapa versi seperti wayang klasik versi Surakarta, Antareja adalah nama lain dari Antasena, tetapi dalam versi Yogyakarta, Antareja adalah kakak beda ibu dari Antasena. Antareja dikenal sebagai sosok yang jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua, sayang kepada yang muda, rela berkorban, dan memiliki kepercayaan besar kepada Sang Maha Pencipta.
Kehidupan Awal
Antareja tinggal di kasatriyan Randuwatang atau Jangkarbumi. Saat kelahirannya, kahyangan Suralaya diserang oleh raja Negara Jangkarbumi, yaitu Prabu Nagabaginda, yang ingin mengambil Dewi Supreti, istri Sanghyang Antaboga, untuk dijadikan permaisurinya. Batara Antaboga membawa cucunya yang masih bayi untuk dihadapkan dengan Prabu Nagabaginda.
Perlindungan dan Kekuatan
Sebelum diadu, bayi Antareja dilumuri air liur Antaboga sehingga menjadi kebal terhadap semua senjata. Bayi Antareja tidak mati melainkan semakin dewasa jika terkena senjata. Akhirnya, raja Jangkarbumi bisa dimusnahkan oleh Antareja, dan negeri Jangkarbumi diserahkan kepadanya.
Antareja memiliki Ajian Upasanta, pemberian Hyang Anantaboga. Air liurnya bisa membinasakan lawannya dalam sekejap. Kulitnya bersisik Napakawaca yang mampu menahan serangan senjata. Ia juga memiliki cincin Mustikabumi pemberian Dewi Nagagini, ibunya, yang bisa digunakan untuk menghidupkan orang yang mati di luar takdir. Selain itu, ia juga bisa hidup dan berjalan di dalam tanah (ambles bumi).
Pengakuan dan Keluarga
Dalam lakon Subadra Larung, cincin Mustikabumi diperlihatkan kepada ayahnya, Arya Werkudara, sehingga Werkudara mengakuinya sebagai anak. Saat itu, Werkudara terkejut melihat perahu mayat wanita yang tak lain adalah Wara Subadra, istri Janaka (Arjuna). Antareja kemudian menghidupkan kembali Subadra yang dibunuh Burisrawa secara tidak sengaja dengan cincin Mustikabumi.
Gatotkaca yang mendapat tugas mengawasi jenazah bibinya, menjadi curiga dan menuduh Antareja yang membunuh Wara Subadra. Perkelahian antara keduanya tidak bisa dihindarkan, tetapi segera dicegah oleh Sri Kresna yang memberitahu keduanya bahwa mereka masih bersaudara. Sementara itu, Subadra sendiri mengaku bahwa yang membunuh dirinya adalah satriya Madyapura Raden Burusrawa, putra Prabu Salya, raja Mandaraka.
Antareja menikah dengan Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular di kerajaan Tawingnarmada. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang putra yang diberi nama Arya Danurwenda, yang diangkat menjadi patih luar Negara Yawastina oleh Prabu Parikesit.
Akhir Hidup dan Pengorbanan
Antareja menjadi tumbal kemenangan Pandawa dalam perang Bharatayudha. Kurawa tidak rela mengorbankan salah satu keluarganya, melainkan membunuh Ijrada, Traka, dan Sarka. Di pihak Pandawa, Antareja dan Wisanggeni rela mengorbankan diri untuk kemenangan Pandawa. Antareja menjilat telapak kakinya sendiri dan mendapat anugerah menempati sorgaloka tingkat sembilan milik Sri Kresna.
Kesimpulan
Antareja adalah sosok yang penuh dengan kesaktian dan keberanian. Kisahnya mengajarkan kita tentang pengorbanan, kebaktian, dan kesetiaan kepada keluarga serta keyakinan kepada Sang Maha Pencipta. Meskipun kisahnya berasal dari dunia pewayangan, nilai-nilai yang diajarkan oleh Antareja masih relevan dan inspiratif bagi kita semua.
Gabung dalam percakapan