Kaweden MY.ID adalah situs tempat berbagi informasi terkini. Berita dalam negeri kunjungi situs RUANG BACA. Untuk berita luar negeri kunjungi DJOGDJANEWS

Sahur Ketika Azan Berkumandang Karena Tertidur, Apakah Puasa Masih Sah? Ini Jawabannya

RB NEWS Hari ini adalah hari Rabu tanggal 18 Maret 2025 yang sejalan dengan 18 Ramadhan 1446 Hijriah atau Ramadhan tahun 2025.

Pada bulan Ramadhan, para pemeluk Islam diwajibkan untuk melakukan puasa.

Satu saran ketika berpuasa adalah dengan mengonsumsi sahur.

Menjalankan sahur adalah sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Tetapi, tidak semua orang sempat makan sahur precisely sesuai waktu yang ditentukan.

Terkadang karena berdodol larut malam atau lelah setelah bekerja seharian di kantor, seseorang menjadi terlambat untuk makan sahur.

Terkadang pula, ketika sedang menjalankan sahur, suara adzan tiba-tiba berbunyi.

Maka, Bagaimana Aturan Tentang Makan Sahur Ketika Menyimak Azan? Adakah Status Fastsah Bila Dilakukan Pada Waktu Itu?

Berikut adalah informasi mengenai waktu sahur ketika adzan berbunyi, diambil dari rumaysho.com seperti yang dilaporkan oleh RB NEWS.

Semua puja dan penyembahan hanya untuk Allah, Tuhannya yang memberikan segala bentuk kebaikan.

Shalawat serta salam atas Nabi kami Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

Hal yang membingungkan bagi kami terjadi saat mendengarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di mana teksnya mengindikasikan bahwa makan pada waktu adzan Maghrib tetap diperbolehkan.

Hadis itu berasal dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata,

Jika salah satu dari kalian mendengar adzan dan mangkuknya masih di tangan mereka, jangan letakkan sampai selesai menggunakkannya terlebih dahulu.

"Apabila salah satu dari kamu mendengar adzan sementara sendok terakhir masih berada di tanganmu, jangan lepaskan sendok itu sampai kamu selesai mengerjakan apa yang sedang kamu lakukan." [1]

Hadis ini kelihatannya bertolak belakang dengan ayat,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

"Dan makan dan minumlah hingga kamu dapat membedakannya dengan jelas antara benang biru muda yang cerah dan benang hitam, yakni fajar. Setelah itu selesaikan puasamu hingga datangnya malam." (QS. Al Baqarah: 187).

Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah Ta'ala mengizinkan untuk makan hingga fajar subuh mulai bersinar; sesudah itu tidak diperbolehkan.

Bagaimana cara memahami hadits-hadits yang telah disebutkan tersebut?

Alhamdulillah, Allah Ta'ala memudahkan untuk mengkaji hal ini dengan melihat kalam ulama yang ada.

Hentikan Makan Saat Azan Subuh

Para ulama menyatakan bahwa siapapun yang percaya pada kepastian terbitnya fajar shodiq (yang menandai awal waktu sholat subuh), haruslah melakukan imsak (menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal lain yang bisa membatalkan puasa) sebelum itu.

Jika dalam mulutnya ternyata masih ada makanan saat itu, ia harus memuntahkannya. Jika tidak, maka batallah puasanya.

Boleh Makan, jika....

Apabila seseorang ragu-ragu tentang kemunculan fajar shodiq, mereka tetap dapat mengonsumsi makanan hingga mereka pasti bahwa fajar shodiq telah datang.

Demikian juga dia bisa tetap makan apabila merasakan bahwa muazin biasanya menyuarakannya sebelum waktu yang ditentukan.

Atau dia tetap bisa makan apabila ragu tentang kepastian azan yang disuarakan pada waktunya atau sebelum waktunya tiba.

Ketentuan seperti itu memungkinkan untuk tetap makan hingga dia pasti melihat fajar yang jelas, menandakan awal waktu salat subuh.

Tetapi lebih baik lagi, dia mengendalikan dirinya untuk tidak makan ketika hanya mendengarkan suara call azan.

Berikut adalah penjelasan yang disampaikan oleh ulama asal Arab Saudi, Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohollah. [2]

Pemahaman Hadis

Berkenaan dengan penjelasan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tersebut, mari kita tinjau pendapat dua kalangan ahli ilmu berikut:

1. Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah

Di dalam kitab Al-Majmu', An-Nawawi menyinggung,

Kita menyatakan bahwa apabila waktu subuh tiba sementara makanan masih berada dalam mulut, sebaiknya dilepaskan dan dia dapat melanjutkan ibadah puasanya. Namun, bila dia memaksakan untuk menelan dengan keyakinan sudah masuk waktu subuh, maka ibadah puasanya menjadi tidak sah.

Masalah ini benar-benar tak memiliki perbedaan pandangan di kalangan para ulama.

Alasan dalam hal ini berdasarkan hadits dari Ibn Umar dan Aisyah radiallahu 'anhuma yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaih wa sallam pernah berkata,

Bilal mengumandangkan azan di malam hari, makan dan minumlah sampai Ibnul Umm Maktoem yang mengumandangkannya.

"Bilal benar-benar menyeru azan pada waktu malam. Teruskan kegiatan makan dan minum Anda hingga Ibnul Ummi Maktum menyuarakan azan." (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Beberapa hadits serupa dengan makna sama ditemukan dalam kitab Shahih.)

Berikut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiallahu 'anhua, di mana Rasulullah shallallahu 'alayhi wasalam berpesan sebagai berikut:

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

Apabila salah satu dari kalian mendengarkan adzan dan pada saat itu pula sendok atau pena Anda masih digenggam, jangan meletakkannya sampai Anda selesai melakukan keperluan Anda.

Dalam riwayat lain disebutkan,

Dan petugas salat mulai mengumandangkan azan ketika fajar baru saja menyingsing.

"Sampai suara muazin membangunkan azan saat subuh tiba." Al Hakim Abu 'Abdillah menyampaikan hadits pertama ini.

Al Hakim menyatakan bahwa hadits tersebut sahih berdasarkan kriteria Muslim.

Kedua hadits tersebut juga dikemukakan oleh Al Baihaqi.

Al Baihaqi kemudian menyatakan, "Apabila hadits tersebut sahih, kebanyakan ulama mengartikannya sebagai adzan sebelum fajar subuh muncul, artinya pada masa ini seseorang masih diperbolehkan untuk berminum karena periode ini merupakan sedikit waktu sebelum waktunya subuh tiba."

Arti dari hadits "ketika terbit fajar" dapat diinterpretasikan sebagai berarti bahwa kata-kata tersebut tidak berasal dari Abu Hurairah, atau mungkin yang dimaksud adalah azan kedua.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila salah satu dari kalian mendengar adzan saat sendok atau pena masih berada di tangannya," maksudnya yaitu pada waktu mendengarkan panggilan sholat untuk pertama kali.

Dari sinilah terjadi kesesuaian antara hadits Ibnu 'Umar dengan hadits 'Aisyah."

Dari sana, lakukan penyelarasan di antara hadits-hadits tersebut. Dengan pertolongan Allah SWT,wallahu a'lam."[3]

2. Ibnu Qayyim Al Jauziyah semoga Allah merahmatinya

Ibnul Qayyim rahimahullah mencatat dalam bukunya Tahdzib As Sunan tentang beberapa tokoh dari kalangan salaf yang memegang teguh teks hadis Abu Hurairah "Apabila salah satu di antaramu mendengar adzan ketika sendok atau pena masih tergenggam di tangannya, hendaklah tidak meletakkannya sampai dia menyelesaikan kebutuhan dirinya."

Di tempat ini, mereka tetap mengizinkan untuk makan dan minum setelah adzan subuh diserukan.

Setelah itu, Ibnul Qayyim menyatakan, "Sebagian besar ahli ilmu menghalangi makan sahur setelah terbitnya fajar. Pendapat ini dipunyai oleh keempat Imam dalam madzhab serta sebagian besar dari para pakar pemikir hukum Islam di berbagai negara." [4]

Catatan: Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, adzan untuk shubuh diberikan dua kali. Adzan yang pertama digunakan untuk mengingatkan orang agar bangun dari salat tahajud. Adzan ini disuarakan sebelum waktu subuh tiba. Sedangkan adzan kedua menunjukkan bahwa fajar telah muncul dan waktunya sudah masuk ke shubuh.

Pendukung dari Atsar Sahabat

Beberapa hadits disampaikan oleh Ibnu Hazm rahimahullah.

Dari hadis Hasan, Umar bin Khattab pernah berkata: jika kedua orang tersebut meragukan fajar, maka mereka sebaiknya tetap makan sampai benar-benar yakin.

Dari rute Al Hasan, 'Umar bin Al Khattab menyampaikan, "Apabila ada dua individu yang bimbang tentang kedatangan waktu subuh, sebaiknya mereka tetap makan sampai benar-benar percaya bahwa waktu subuh sudah tiba."

Dari jalur Ibn Juraij, tentang Ata bin Abi Rabah, dari Ibnu Abbas dia berkata: Allah membolehkan minuman yang dipertanyakan keraguannya di waktu fajar.

Melalui riwayat Ibnul Jorajh, dari 'Ata' bin Abi Rubbath, dari Ibnu Abbas, dia mengatakan, "Allah tetap memperbolehkan minum sampai saat subuh ketika Anda masih berkeraguan."

عن وكيٍّ، عن عمارة بن زاهد، عن مكحول الأزدي أنه قال: شهدت ابن عمر يأخذ دلوًا من زمزم وأمامه رجلان فقال لهما: هل طلع الفجر؟ فأجاب أحد الرجلين قائلًا: نعم لقد طلع. أما الآخر فقد رد بقوله: لم يطلع بعد. ثم تناول ابن عمر الشراب.

Dari Waki', dari 'Amaroh bin Zadzan, dari Makhul Al Azdi, dia menyebutkan bahwa pernah melihat Ibn Umar mengambil sebuah bekas air yang diisi dengan water Zamzam. Lalu, beliau menanyakan kepada dua pria itu, "Adakah fajar subuh telah muncul?" Satu orang menjawab, "Telah muncul." Sementara yang lain berkata, "Masih belum." Karena waktu terbit fajar masih dipertanyakan, akhirnya beliau tetap minum air zam-zam tersebut.[5]

Setelah Ibnu Hazm (Abu Muhammad) memberikan komentarnya terhadap hadis Abu Hurairah yang kami inginkan untuk dipelajari lebih dulu pada bagian pembuka teks ini dan kemudian ia menyampaikan beberapa atsar tentang hal tersebut, sebelumnya beliauhumahullah telah berbicara,

Ini semua dikarenakan mereka belum menyaksikan fajar datang, sehingga sunnat berjalan seiring dengan al-Quran.

"Menurut riwayat tersebut, masih diperbolehkannya makan dan minum untuk mereka yang ragu tentang kedatangan waktu Subuh. Hal ini tidak bertentangan dengan hadits yang ada maupun dengan ayat Al-Quran yang hanya mengizinkan makan hingga waktu Subuh." [6]

Sikap Lebih Hati-Hati

Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah pernah dimintai pendapat tentang,"Bagaimana hukum Islam bagi orang yang mendengar adzan Subuh tetapi mereka lanjutkan untuk makan dan minum?"

Jawab beliau, “Wajib bagi setiap mukmin untuk menahan diri dari segala pembatal puasa yaitu makan, minum dan lainnya ketika ia yakin telah masuk waktu shubuh. Ini berlaku bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar dan puasa dalam rangka menunaikan kafarot.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).

Apabila mendengar adzan subuh dan dia yakin bahawa muazin telah menyuarakannya pada saat yang tepat di awal fajar, maka menjadi kewajiban baginya untuk berpuasa.

Tetapi apabila muazin menyuarakan azan sebelum matahari terbit, dia tidak perlu menahan diri untuk berbuka. Dia boleh tetap makan dan minum hingga benar-benar yakin bahwa waktu subuh sudah tiba.

Sedangkan jika ia tidak yakin apakah muazin mengumandangkan azan sebelum ataukah sesudah terbit fajar, dalam kondisi semacam ini lebih utama baginya untuk menahan diri dari makan dan minum jika ia mendengar adzar.

Tetapi itu baik-baik saja bila dia tetap minum atau makan apabila azan datang dan dia tidak yakin tentang waktunya atau tidak, sebab memang dia tidak mengetahui denganpasti waktu persis terbitnya subuh.

Seperti yang telah dikenal, bila seseorang berada di negara yang sudah dilengkapi dengan penerangan dari listrik, dia akan kesulitan untuk menyaksikan secara langsung timbulnya fajar subuh.

Untuk tujuan berhati-hati, mungkin bisa menggunakan jadwal-shalat yang sudah ada untuk menandai awal waktu subuh.

Ini disebabkan oleh pengamalan perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Abandontilah sesuatu yang membuat engkau ragu. Pegangi apa yang tidak menyusahkan hatimu dengan keragu-raguan."

Sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Siapakah yang dapat melewati berbagai keraguan dengan selamat, maka ia pun akan mempertahankan agama dan martabatnya." Allah lah Pelindung dalam mencari petunjuk.[7]

Syekh Sholah Al-Munajjad hafidzahallah menyebutkan, "Tanpa keraguan, sebagian besar muazzin hari ini menaati waktu-waktu salat yang ditetapkan tanpa harus melihat sendiri munculnya fajar dengan mata telanjang."

Maka bila begitu, hal tersebut tidak dapat dilihat sebagai penyinaran fajar yang pasti.

Apabila berbuka ketika disuarakannya azan seperti itu, ibadah puasa tetap valid.

Ketika fajar menyingsing saat itu, masih merupakan dugaan (bukan kepastian). Akan tetapi, dengan lebih berhati-hati, telah berhenti makan pada waktu tersebut."[8]

Berikut adalah penjelasan sederhana kita guna menyempurnakan pemahaman tentang hadits tadi. Artikel ini bertujuan untuk meralihkan kesalahan pengertian kami terhadap maksudnya. Mudah-mudahan Allah swt. memberikan ampunan-Nya atas ketidaktelitian serta kedangkalan ilmu kami.

InsyaAllah Tuhan terus menambahkan bagi kami semua pengetahuan yang berguna. Segala puji bagi Allah berkat karunia-Nya kami dapat melakukan perbuatan baik.

Dibuat di Panggang-Gunung Kidul, 20 Ramadhan 1431 Hijriah (30/08/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal.

[1] HR. Abu Daud no. 2350. Sheikh Al Albani menyebutkan bahwa hadits tersebut memiliki kekuatan yang baik dan benar.

[2] Periksa Fatwa Al Islam Sual wa Jawab nomor 66202 melalui tautan tersebut http://islamqa.com/ar/ref/66202 .

[3] Al Majmu', karya Yahya bin Syarf An Nawawi dari Mawqi' Ya'sub, volume 6 halaman 312.

[4] Hasyiyah Ibnil Qoyyim 'ala Sunan Abi Dawud, karya Ibnul Qayyim, diterbitkan oleh Darul Kutub Al-'Ilmiyah, terdapat di halaman 341 dari volume 6.

[5] Periksa Al Muhalla oleh Abu Muhammad Ibnu Hazm, halaman Mawqi' Ya'sub, volume 6/234.

[6] Al Muhalla, 6/232.

[7] Fatawa Ramadhan, disusun oleh 'Abdul Maqshud, hlm. 201, diambil dari Fatawa Al Islam Sual wa Jawab nomor 66202.

[8] Periksa Fatwa Al Islam Sual wa Jawab nomor 66202 melalui tautan yang disediakan. http://islamqa.com/ar/ref/66202 (www.rumaysho.com)

(RB NEWS/ Sakinah Sudin)

Anda telah membaca artikel dengan judul Sahur Ketika Azan Berkumandang Karena Tertidur, Apakah Puasa Masih Sah? Ini Jawabannya. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung di website Kaweden MYID.

Lokasi Kaweden