Rupiah Terpuruk di Awal Sesi, Hampir Tersentuh Level Rp17.000 per Dolar AS
, JAKARTA — Kurs mata uang rupiah Terkait dolar Amerika Serikat (AS), pembukaan hari ini terlihat menurun pada hari Rabu (9/4/2025), hampir mencapai tingkat sekitar Rp17.000 untuk setiap dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg Rupiah bergerak melemah sebesar 0,39% atau naik 66 poin menjadi di posisi Rp16.957 per dolar AS pada jam 09:10 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB). Di samping itu, indeks dolar Amerika Serikat menunjukkan penurunan sebanyak 0,55% hingga mencapai angka 102,39.
Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang Asia terpapar pelemahan. Misalnya saja, yuan Cina merosot sebesar 0,13%, rupee India menurun sebanyak 0,49%, dolar Taiwan berkurang menjadi 0,14%, peso Filipina turun sekitar 0,23%, serta ringgit Malaysia sedikit melemah hingga 0,05%.
Sementara itu, yen Jepang naik sebesar 0,45%, dolar Hong Kong meningkat sebanyak 0,06%, dolar Singapura bertambah sekitar 0,3%, serta won Korea Selatan terkerek 0,12%.
Kemarin, pada hari Selasa (8/4/2025), nilai tukar rupiah berakhir lebih lemah dengan penurunan 69,5 poin atau 0,41%, mencapai angka Rp16.891 untuk satu dolar AS. Penyusutan ini terkait erat dengan ketidakstabilan ekonomi dunia karena adanya keresahan mengenai perselisihan perdagangan yang disebabkan oleh keputusan pajak impor dari Amerika Serikat.
Seperti yang sudah diketahui, tarif impor dari Amerika Serikat telah secara resmi diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada hari Rabu tanggal 2 April 2025, sesuai waktu lokal. Semua negara akan menghadapi tarif impor sebesar 10%. Beberapa negara juga menerima bea masuk balasan (tariffs reciprocal) yang lebih tinggi tergantung pada hambatan perdagangannya dengan AS.
"Nilem volatilitas sekarang adalah hasil langsung dari keputusan kebijakan yang dipilih oleh pemerintah Trump. Ini menunjukkan bahwa apabila kebijakan-kebijakan itu dicabut, efeknya pada sistem finansial mungkin saja menjadi terbalik," ungkap Nathan Lim, Kepala Investasi di Lonsec Investment Solutions seperti diketahui. Reuters .
Di pasar mata uang, para investor berbondong-bondong beralih ke yen Jepang dan franc Swiss dalam sepekan terakhir, mencari perlindungan dari gejolak pasar.
Meskipun dolar biasanya dikenal sebagai aset safe haven, status tersebut tampaknya mulai memudar seiring meningkatnya ketidakpastian terkait tarif, yang memicu kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan bahwa rupiah ikut merasakan pengaruh dari tarif impor Amerika Serikat yang telah disahkan oleh Trump. Menurutnya, “Dalam situasi perdagangan global seperti sekarang, tidak hanya China, Eropa, Kanada, atau Meksiko yang terdampak, tetapi nyaris seluruh negara.” Begitu tuturnya beberapa hari yang lalu.
Selain itu, The Fed menyampaikan kesaksian minggu lalu (4/4/2025) bahwa masih terlalu awal untuk mengurangi tingkat suku bunga mengingat situasi perekonomian yang sedang tidak stabil dan adanya tekanan inflasi.
Penyesuaian tingkat suku bunga referensi juga harus mempertimbangkan efek dari perselisihan perdagangan global. Peluang untuk pengurangan suku bunga yang diusulkan oleh The Fed sebanyak tiga kali dengan total 75 pip tampaknya berkurang. Selanjutnya, indeks dolar melambung cukup kuat.
Selanjutnya, penurunan nilai tukar rupiah juga berhubungan dengan ketegangan geopolitik di wilayah Timur Tengah dan Eropa yang semakin memburuk.
Disclaimer Berita ini bukan dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Seluruh keputusan investasi terserah pada pembaca. Tidak akan bertanggung jawab atas setiap kerugian ataupun keuntungan yang timbul dari pilihan investasi pembaca.
Gabung dalam percakapan